Rabu, 11 Februari 2015

Galaksi yang Berlimpah-limpah

Sekilas foto ini tampak biasa saja, cuma foto beberapa bintang terang dan bintang-bintang redup yang bertaburan. Tapi, bintang-bintang redup itu sejatinya bukanlah bintang-bintang di dalam Galaksi Bima sakti kita. Bintang-bintang itu sebenarnya galaksi-galaksi yang terletak sangat jauh, masing-masing mengandung milyaran bintang!
Galaksi yang berlimpah di alam semesta. Kredit: ESO/UltraVISTA team. Acknowledgement: TERAPIX/CNRS/INSU/CASU
Teleskop yang berada di balik foto luar biasa ini bernama VISTA dan dipasang di negara Chili, Amerika Selatan. VISTA merupakan teleskop terbesar di dunia yang ditujukan untuk memetakan langit malam. (Astronom menyebutnya ‘teleskop survei’, karena teleskop semacam itu menyurvei langit malam yang luas untuk mencari obyek.)
Supaya bisa menampakkan galaksi-galaksi yang sangat jauh dan redup ini, VISTA menghabiskan 55 jam untuk mengamati bagian yang sama di langit. Selama rentang waktu itu, cahaya redup yang berasal dari galaksi-galaksi masuk ke dalam kamera teleskop, seperti halnya mengisi ember dengan tetes demi tetes air secara perlahan hingga ember penuh. Dengan mengumpulkan ‘tetesan cahaya redup’ ini teleskop  menghasilkan citra ratusan ribu galaksi di suatu bagian langit malam yang biasanya tampak gelap dan kosong.
Fakta Menarik : Berapa banyak galaksi di foto yang bisa kau lihat? (Perhatikan foto di atas dengan baik) Foto itu memuat lebih dari 200.000 galaksi!

Abad Antariksaaaa!

Seringkali memang tidak mudah untuk memahami waktu berlangsungnya sebuah kejadian di alam semesta. Tapi alam semesta itu sendiri sangat besar dan sudah ada untuk jangka waktu yang sangat lama. Tidak percaya? Usia alam semesta sudah 13,7 milyar tahun! Itu artinya sekitar 3 kali lebih tua dari Bumi. Tidak mudah bukan untuk membayangkan waktu sebelum Bumi ini ada?
Skala waktu yang sedemikian besar sekaligus menunjukkan kalau para astronom tidak bisa mempelajari hal-hal seperti kehidupan bintang hanya dari satu bintang. Akan membutuhkan waktu jutaan sampai milyaran tahun! Karena itu, para astronom kemudian mengamati bintang yang berbeda-beda yang sedang berada tahap kehidupan yang berbeda juga.
Supernova yang bergerak cepat. Kredit: ESO
Ada kalanya juga, di tempat yang sangat jauh di alam semesta terjadi sesuatu yang tampak perubahannya di langit malam di masa kehidupan kita. Salah satunya yang ada di foto terbaru di halaman ini. Tampak awan gas yang bersinar yang merupakan sisa ledakan kematian sebuah bintang masif yang terjadi 11000 tahun lalu. Astronom menyebut ledakan seperti ini “supernova”.
Awan tersebut bergerak di angkasa sangat cepat dengan laju 650 000 kilometer per jam. Bahkan meskipun letaknya sangat jauh dari Bumi, geraknya yang cepat juga memberikan perubahan posisinya di langit malam di zaman kehidupan kita sekarang. Ketika kamu sudah tua, bintang yang tampak di samping si supernova tersebut di langit malam akan berbeda dengan bintang yang ada di dekatnya saat ini.
Bahkan meskipun sudah lewat 11000 tahun, ledakan supernova tersebut masih bisa mengubah wajah langit malam.

Yuk ikut ambil bagian: Biasanya para astronom menyimpan catatan harian dari pengamatan mereka. Catatan ini merupakan rekaman yang sangat berguna untuk digunakan sebagai referensi ketika ada suatu perubahan di alam semesta. Bagaimana kalau kamu juga membuat catatan pengamatanmu sendiri? Meskipun kamu tidak punya teleskop tapi kamu bisa membuat sketsa apa yang kamu lihat, contohnya Bulan, dan obyek-obyek spesial seperti komet yang melintas.

Tata Surya Mini di Bintang KOI-351

Kehadiran sistem keplanetan yang lain “sudah bukan hal yang aneh”. Setidaknya saat ini sudah ditemukan 1047 planet yang mengitari 749 bintang selain Matahari. Tapi harapan untuk menemukan Bumi yang lain masih terus dalam pencarian. Tak hanya Bumi lain, bagaimana dengan saudara kembar Tata Surya?
Di antara sistem keplanetan yang ditemukan, belum ada sistem yang memiliki kemiripan dengan Tata Surya. Tercatat sistem planet multipel yang sudah ditemukan sampai saat ini adalah 179 sistem. Di antaranya adalah sistem Kepler-11 yang memiliki 6 planet dan HD10180 yang memiliki 7 planet. Akan tetapi sistem yang ada belum memiliki kemiripan yang bisa dikategorikan kembaran Tata Surya.
Jawaban mudah dari langkanya saudara kembar Tata Surya sebenarnya sama dengan sulitnya mencari Bumi lain yang persis sama dengan Bumi. Evolusi pembentukan planet tentunya menyisakan perbedaan yang signifikan anatara dua planet maupun dua sistem.
koi351_l
Sistem keplanetan di bintang KOI-351. Kredit: DLR Institute of Planetary Research
Tapi, kelangkaan itu tidak berarti tidak ada. Setidaknya saat ini, para astronom dari German Aerospace Center (Deutsches Zentrum für Luft und- Raumfahrt; DLR), bersama astronom lainnya dari Jerman dan Eropa berhasil menemukan sebuah sistem yang memiliki kemiripan dengan tata Surya. Kemiripan tersebut meliputi jumlah planet serta struktur dan susunan planet di dalam sistem.
Bintang KOI-351 merupakan rumah bagi tujuh buah planet yang mengitari dirinya.  Susunan ketujuh planet tersebut memiliki kemiripan dengan susunan delapan planet di Tata Surya, dimana planet batuan kecil berada dekat dengan bintang induk dan planet gas raksasa berada pada jarak yang lebih jauh. Perbedaan terbesar antara sistem di KOI-351 dan Tata Surya adalah jarak terluar sistem KOI-351tidaklah jauh atau artinya, sistem KOI-351 sangat kompak dibanding Tata Surya.
Batu Loncatan menuju Saudara Kembar Tata Surya
Sistem KOI-351 merupakan batu loncatan menuju penemuan saudara kembar Tata Surya. Setidaknya itulah yang menjadi harapan bagi para astronom. Petunjuk bahwa sistem yang serupa mungkin saja ada di alam semesta.   Dari ketujuh planet di sistem KOI351, tiga diantaranya sudah ditemukan terlebih dahulu oleh tim Planethunters.org yakni KOI-351d, 351g dan 351h dengan periode 60 , 211 dan 331 hari, mirip dengan periode orbit Merkurius, Venus dan Bumi.
Empat planet lainnya ditemukan oleh tim yang dipimpin Juan Cabrera. Ke-4 planet tersebut berada dekat dengan bintang induknya KOI-351. Kala waktu yang dibutuhkan keempat planet untuk mengitari sang bintang adalah 7, 9, 92 dan 125 hari. Planet terluar dari sistem ini, KOI-351 h berada pada jarak sekitar 150 juta km atau tepatnya 1,01 AU. Dengan demikian keseluruhan planet dalam sistem ini berada hanya dalam rentang jarak Matahari – Bumi (1 AU). Planet terluar di Tata Surya yakni Neptunus berada pada jarak 30 AU, artinya kedelapan planet di Tata Surya berada dalam jarak 30 AU. Nah sekarang bayangkan ada 7 planet yang berada sangat dekat dan mengisi sistem dalam jarak 1 AU saja.
Jadi, sistem KOI-351 bisa dikategorikan sebagai Tata Surya mini. Yang menarik, si Tata Surya mini  tersebut punya struktur sistem yang serupa dengan Tata Surya. Arsitektur sistem KOI-351 menunjukkan kalau planet batuan seukuran Bumi berada dekat dengan bintang induk sedangkan planet gas raksasa serupa Jupiter dan Saturnus ditemukan berada jauh dari bintang induk. Kehadiran Tata Surya mini di KOI-351 menjadi titik tolak perjalanan mencari saudara kembar Tata Surya yang jika bisa ditemukan maka harapan menemukan saudara kembar bumi pun semakin besar. Tak hanya itu, penemuan sistem KOI-351 juga menjadi momen penting untuk memahami proses pembentukan dan evolusi dari sistem keplanetan.
Sistem Keplanetan KOI-351
Sistem keplanetan yang mengitari bintang KOI-351, memiliki 7 buah planet yang bergerak mengitari sang bintang induk, merentang sampai dengan 1 AU. Ketujuh planet tersebut ditemukan melalui metode pengamatan transit yang dilakukan oleh Wahana Kepler. Kandidat planet yang dilihat Kepler kemudian dianalisa kembali oleh para astronom dan kemudian dilakukan konfirmasi ulang lewat pengamatan dengan menggunakan teleskop landas Bumi maupung landas angkasa untuk membuktikan bahwa sinyal yang dilihat Kepler memang merupakan planet.
KOI-351, bintang dengan massa 1,14 massa Matahari yang jadi salah satu target wahana Kepler tersebut berada pada jarak 2722 tahun cahaya dari Bumi. KOI atau Kepler Object of Interest merupakan kode yang diberikan pada bintang yang diduga memiliki kandidat planet. Ketujuh planet yang ditemukan di sistem ini berhasil dikonfirmasi keberadaannya oleh para astronom.
Planet KOI-351b dan 351c diketahui memiliki ukuran 31% dan 19% lebih besar dibanding Bumi. Untuk bisa mengkonfirmasi keberadaan kedua planet yang sebenarnya terhitung sangat kecil, Juan Cabrera dan tim kemudian membuat algortima untuk melakukan analisa keberadaan planet tersebut. Hasilnya, diketahui kalau resonansi orbit kedua planet tersebut adalah 5:4. Jadi ketika planet b menyelesaikan 5 kali orbitnya maka c juga menyelesaikan 4 kali putaran orbitnya.  Resonansi serupa ditemukan juga di antara satelit dalam Jupiter.
Planet KOI-351d, salah satu planet yang ditemukan oleh tim Planethunters.org sudah diketahui periode orbitnya yakni 60 hari dengan diameter 2,9 diameter Bumi. Dari ukuran, planet ini bisa dikategorikan sebagai planet Bumi Super atau mini Neptunus. Akan tetapi, karena massa planet belum diketahui maka belum bisa dilakukan klasifikasi bagi planet-planet di KOI-351. Planet KOI-351e dan 351f juga diketahui memiliki ukuran yang hampir sama dengan planet 351d yakni 2,9 ukuran Bumi. Ukuran yang mirip antara planet 351d, 351e dan 351f menjadi contoh lain kemiripan dengan Tata Surya dimana Venus- Bumi dan Uranus – Neptunus memiliki ukuran yang hampir sama. Planet gas raksasa KOI-351g dan 351h pada area terluar memiliki ukuran 8 dan 11 kali Bumi dengan periode orbit jauh lebih panjang dari planet dalam.  Komposisi planet batuan dan 2 planet gas raksasa juga mirip dengan Tata Surya.
Untuk bisa memastikan keberadaan ke-4 planet di KOI-351, Juan Cabrera dan tim membangun algoritma pemrograman yang kemudian dikonfirmasi keberadaannya lewat inspeksi visual yang dilakukan oleh Joseph R. Schmitt dari Yale University.
Keberadaan planet-planet di KOI-351 yang sangat dekat satu sama lainnya memberi implikasi lain  dari interaksi planet-planet di sistem tersebut. Akibat interaksi yang kuat antar planet, sinyal yang dilihat Juan Cabrera pada data yang diambil Kepler tidaklah teratur. Ada variasi aka perbedaaan yang kuat dalam periode orbit. Variasi yang paling tampak, terjadi pada planet 351g yang menghasilkan perbedaan waktu 1 hari antar transit yang terjadi terhadap bintang induknya pada saat pengamatan dilakukan. Perbedaan ini bukan tidak pernah terlihat sebelumnya. tapi perbedaan mencapai 1 hari baru terjadi pada sistem KOI-351. Biasanya variasi yang muncul pada periode orbit hanya dalam hitungan beberapa menit.
Nama KOI-351
Penemuan planet di sistem KOI-351 selain memiliki keunikan pada sistemnya yang mirip Tata Surya, juga pada penemuannya. Ada dua kelompok berbeda yang melakukan penelitian pada sistem tersebut dan melakukan rilis penemuan pada hari yang sama. Dari tujuh planet, tiga diantaranya yakni KOI-351d, 351g dan 351h ditemukan oleh tim sains warga Planet Hunters sedangkan 4 lainnya ditemukan oleh tim dari Eropa yang dipimpin oleh Juan Cabrera.
Setelah penemuan dirilis, tim Kepler yang juga sudah mengkonfirmasi keberadaan planet-planet di bintang KOI-351 kemudian memberi nama baru pada bintang tersebut. Sistem yang awalnya merupakan bintang KOI aka Kepler Object of Interest kemudian diberi nama mengikuti nama bintang-bintang Kepler yang sudah dikonfirmasi keberadaan planetnya.

Nama baru bagi KOI-351 adalah Kepler-90

Planet Oleng di Bintang Kembar

Sepertinya kita saat ini sedang beraada dalam era exoplanet! Setidaknya saat ini kita sudah menemukan 1075 planet di bintang lain. Dan masih ada ribuan kandidat yang sudah dideteksi oleh Wahana Kepler! Kesemua planet itu punya keunikan tersendiri.  Kalau dulu menemukan planet seukuran Bumi merupakan tantangan besar, kini kita punya daftar panjang planet-planet seukuran Bumi.  Kalau dulu para astronom masih mencari planet hanya pada bintang tunggal, kini planet di bintang berdua sudah pula ditemukan. Dan tidak hanya pada satu sistem.

Planet di Bintang Kembar

Salah satunya planet yang baru saja dikonfirmasikan keberadaannya ini. Planet yang menyandang nama Kepler 413b tersebut memang planet yang ditemukan oleh Wahana Kepler.  Planet yang baru ditemukan ini sangat unik! Tidak saja karena ia berada pada sistem bintang kembar tapi juga karena perilakunya!
Ilustrasi sistem planet Kepler-413b. Kredit: NASA/ESA/STScI
Ilustrasi sistem planet Kepler-413b. Kredit: NASA/ESA/STScI
Planet Kepler 413b, merupakan salah satu planet yang ditemukan Wahana Kepler dalam masa tugasnya mencari planet-planet baru di bintang-bintang yang ada di rasi Cygnus si Angsa.  Kepler 413b ditemukan mengitari sepasang bintang katai oranye dan katai merah yang berada pada jarak 2300 tahun cahaya setiap 66 hari.
Menariknya, planet Kepler 413b tersebut bergerak liar bak gasing yang tidak stabil yang berputar pada sumbunya. Dalam 11 tahun, sumbu rotasi planet Kepler-413b ini mengayun bak pendekar mabuk dengan kemiringan 30 derajat. Planet yang berputar pada sumbunya mirip dengan gasing yang dilepaskan dan berputar pada sumbunya. Saat diperhatikan, perputaran gasing itu akan menyebabkan terjadinya pergeseran. Nah itulah yang disebut sebagai presesi atau pergeseran orientasi sumbu rotasi planet secara bertahap setiap satu putaran. Untuk Bumi, orientasi sumbu rotasinya akan kembali ke posisi semula dalam waktu 26000 tahun dengan kemiringan orbit 23,5 derajat.
Akibatnya, sangat dirasakan oleh si planet itu sendiri. Terjadi perubahan yang cepat dan drastis pada musim planet. Jika dibayangkan, kita seperti hidup di sebuah planet dengan musim yang tak menentu dan kita tak bisa memastikan pakaian seperti apa yang akan dikenakan apakah pakaian tipis ala musim panas ataukah pakaian tebal di tengah  musim dingin? Situasi inilah yang harus dihadapi di planet Kepler-413b sebuah dunia asing yang tampak oleng yang dilihat Wahana Kepler.
Tapi itu cuma imajinasi liar yang bisa dibangun untuk berandai-andai karena pada kenyataannya, planet Kepler 413b berada dekat dengan bintang, lebih dekat dari tepi dalam zona laik huni. Artinya, planet ini lebih hangat atau panas sehingga kehidupan tidak akan bisa bertumbuh di sana. Tak hanya itu, planet Kepler 413b yang massanya 65 massa Bumi, merupakan planet Neptunus Super alias planet gas raksasa yang tidak memiliki permukaan.
Keunikan lainnya, bidang orbit Kepler 413b memiliki kemiringan 2,5 derajat terhadap bidang orbit si bintang kembar induknya. Dalam 11 tahun, orbit planet juga tampak bergoyang kecil atau  oleng  saat mengitari pasangan bintang Kepler 413(AB) tersebut.
Penemuan Kepler 413b
Planet Kepler 413b seperti halnya planet yang ditemukan Wahana Kepler lainnya, ditemukan lewat metode transit dimana Kepler melihat perubahan cahaya bintang kala planet melintas di antara planet dan bintang.
Untuk menemukan Kepler 413b, para astronom meneliti data Kepler selama 1500 hari dan melihat adanya 3 transit dalam 180 hari pertama ( 1 transit membutuhkan waktu 66 hari), dan 800 hari kemudian tidak ada transit yang terjadi. Setelah 800 hari, para astronom menemukan adanya 5 transit secara berurutan.
Diprediksikan, transit berikutnya tidak akan terjadi sampai tahun 2020. Penyebabnya bukan saja goyangan pada orbit planet melainkan juga karena diameter bintang yang kecil. Tak hanya itu, bidang orbit kedua bintang juga tidak persis sebidang dengan line of sight (LOS) atau pandangan pengamat.  Line of sight aka LOS merupakan pandangan yang tidak terhalang antara pengamat dan obyek.
Efek dari goyangan orbit, dari sudut pandang pengamat orbit akan tampak bergerak naik turun. Perubahannya cukup besar sehingga ada saat dimana si planet “tidak melintas” di depan bintang jika di lihat dari Bumi. Agar lebih mudah. coba bayangkan roda sepeda yang digeletakkan di tanah pada sisinya kemudian diputar. Roda akan tampak bergetar. inilah yang terjadi pada orbit si planet. Sekarang, bayangkan lagi kita menempatkan gasing yang berputar di tepi horisontal roda yang sedang berputar itu. Keduanya akan tampak bak gerak planet yang bergoyang atau tampak oleng akibat presesi rotasinya.
Pertanyaannya, mengapa planet bisa tidak sejajar dengan bintangnya masih jadi pertanyaan. Apakah ada obyek lain yang menyebabkan terjadinya kemiringan orbit ataukah ada bintang ketiga yang terikat secara gravitasi dengan sistem dan mempengaruhi gerak planet tersebut.

Jawabannya memang belum ada, tapi diduga ada planet lain di sistem tersebut yang belum ditemukan oleh para astronomi. Dan kehadiran “mayoritas yang diam” inilah yang sedang dicari oleh Veselin Kostov dariSpace Telescope Science Institute (STScI) dan Johns Hopkins University (JHU) di Baltimore, Md, bersama rekan-rakannya dalam penelitian lanjutan mereka untuk mencari planet-planet lain di sistem kembar Kepler-413(AB).

Pasangan Unik Planet di Bintang Kepler 36

Pernah melihat Bulan Purnama terbit di ufuk Timur? Pemandangan yang indah bukan? Nah sekarang mari kita bayangkan kalau yang terbit itu bukan Bulan melainkan planet gas raksasa yang tampak di langit malam, mengangkasa di atas permukaan lava. Inilah dunia baru yang ditemukan pada sistem dua planet pada sistem Kepler 36.
Sepasang Planet di Kepler 36a
Ilustrasi planet Kepler 36c yang dilihat dari Kepler 36b. Kredit : Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics/David Aguilar.
Sepasang planet unik berhasil ditemukan oleh tim astronom dari University of Washington dan Harvard University.  Dalam sistem dengan dua planet tersebut, salah satunya merupakan versi lebih besar dari Bumi yang juga kita sebut planet Bumi Super. Si planet Bumi Super tersebut terjebak dalam “perang orbit” dengan pasangannya, planet yang jauh lebih besar seukuran Neptunus. Kedua planet ini mengorbit bintang Kepler 36a yang berada pada jarak 1200 tahun cahaya dari Bumi.
Bintang Kepler 36a yang merupakan bintang induk bagi sepasang planet tersebut berada di rasi Cygnus dan memiliki massa yang sama dengan Matahari hanya saja kerapatannya hanya 25% dari Matahari. Bintang yang berusia beberapa milyar tahun lebih tua dari matahari ini ternyata lebih panas dan memiliki kandungan unsur berat yang lebih sedikit dari Matahari. Usianya yang lebih tua dari Matahari juga menandai kalau si bintang tidak lagi membakar hidrogen di inti dan sudah memasuki masa sub-raksasa dengan radius 60% lebih besar dari Matahari.
Dua planet yang mengitari bintang Kepler 36a tersebut diberi nama Kepler 36b dan Kepler 36c. Planet Kepler 36b merupakan planet kecil laksana Bumi yang memiliki massa 4,5 kali massa Bumi.  Maksudnya planet b ini punya komposisi seperti Bumi yakni sebagai planet batuan. Tapi ukurannya sekitar 1,5 kali lebih besar dari Bumi pada jarak kurang dari 18 juta km dan bergerak mengelilingi bintang induknya tiap 14 hari.
Planet luar yang jadi pasangannya aka Kepler 36c seperti sudah dijelaskan sebelumnya merupakan planet serupa Neptunus. Artinya ia masuk jajaran planet raksasa dengan komposisi yang mungkin saja terdiri dari gas seperti Jupiter atau malah disusun oleh air. Ukurannya jauh lebih besar dari Bumi yakni 3,7 kali Bumi atau 0,37 kali Jupiter, mengorbit dari jarak 19 juta km dengan massa 8,1 kali lebih masif dari Bumi.
Kalau menilik jarak kedua planet dari bintang induknya, dapat dikatakan kalau jarak antar keduanya pun sangat dekat. Diperkirakan jarak planet 36b dan 36c tersebut hanya 1,9 juta km atau kurang dari 5 kali jarak Bumi – Bulan dan keduanya juga memecahkan rekor jarak terdekat antar planet yang pernah ditemukan yakni 20 kali lebih dekat satu sama lainnya dari planet manapun.  Dan dengan jarak yang sedemikian dekat saat papasan dekat, maka akan terjadi pasang surut gravitasi yang memampatkan dan merenggangkan kedua planet.
Metode Pengamatan
Planet Kepler 36c dalam sistem ini ditemukan oleh Kepler yang melakukan pengamatan dengan metode transit. Atau melihat keberadaan sebuah planet dari kedipan atau meredupnya cahaya bintang saat ada planet lewat di depan si bintang.
Setelah planet pertama ditemukan, pencarian pada planet kedua dilakukan dengan menerapkan algoritma yang disebut deteksi denyutan kuasi-periodik untuk menganalisa data Kepler. Algoritma tersebut kemudian diterapkan oleh Joshua Carter dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics bersama rekan-rekannya dan mulai melakukan pengecekan pada sistem planet yang ada di data Kepler. Hasilnya ia dan rekan-rekannya melihat ada sinyal di sistem Kepler 36a.
Data yang ada mengungkapkan adanya peredupan cahaya dari Kepler 36 setiap 16 hari, yang merupakan waktu yang dibutuhkan oleh planet Kepler 36c untuk mengitari bintang induknya.  Sedangkan si planet Kepler 36b mengitari bintang induknya 7 kali dalam tiap 6 kali planet 36c mengorbit si bintang. Tapi sulit untuk menemukan keberadaan planet 36b karena ukurannya yang kecil dan gaya gravitasi yang bercampur baur dengan pasangannya. Keberadaannya baru dapat dipilah ketika algoritma denyutan kuasi-periodik itu diterapkan dan sinyalnya dapat dikenali.
Karakteristik Pasangan Kepler 36 b & c
Diperkirakan planet Kepler 36b memiliki susunan yang terdiri dari 30% besi, kurang dari 1 % atmosfer hidrogen dan helium dan tidak lebih dari 15% air. Sementara si planet 36c yang lebih besar memiliki inti batuan yang dikelilingi oleh atmosfer hidrogen dan helium.  Kerapatan kedua planet berbeda sekitar 8 kali tapi perbedaan orbitnya hanya berbeda sekitar 10%. Perbedaan ini sangat kecil sehingga sulit bagi para astronom untuk menjelaskan perbedaan komposisi di antara keduanya hanya dengan menggunakan model pembentukan planet yang ada saat ini. Mengapa demikian?
Model pembentukan planet yang ada memberikan pemahaman kalau planet dalam yang berada dekat dengan bintang induk akan memiliki komposisi batuan sedangkan planet gas akan terbentuk jauh dari si bintang induk. Dengan jarak yang sedemikian dekat, bagaimana dua buah planet yang terbentuk bisa memiliki komposisi yang demikian berbeda? Ini menjadi misteri lainnya yang harus dicari jawabannya oleh para astronom.
Penampakan planet Kepler 36b dari planet Kepler 36c (kiri) dan penampakan planet Kepler 36c dari Kepler 36b (kanan). Kredit :NASA; Frank Melchior, frankacaba.com; Eric Agol
Dalam pergerakannya, kedua planet akan mengalami konjungsi setiap 97 hari. Pada saat konjungsi, planet yang ada di Kepler 36a akan tampak seperti Bulan Purnama bagi planet pasangannya.  Bagi Kepler 36b, planet 36c akan tampak 2,5 kali lebih besar dari Bulan Purnama di langit dan menghadirkan pemandangan  spektakuler  di atas permukaan dunia penuh lava.  Sedangkan bagi planet Kepler 36c, si planet 36b hanya akan tampak seperti bulan purnama biasa.

Sayangnya, kedua planet ini terlalu panas untuk bisa mendukung keberadaan kehidupan meskipun planet 36b diyakini mendukung keberadaan aliran lava di permukaannya.

Kepler-10c, Planet Megabumi Pertama!

Para astronom baru saja mengumumkan ditemukannya planet jenis baru yakni planet batuan dengan berat setidaknya 17 kali Bumi. Mengapa ini jenis baru?
Bagi para astronom, planet seperti ini tidak mungkin terbentuk karena pada umumnya planet yang besar seperti itu akan mengakresi gas hidrogen saat membentuk planet dan berakhir sebagai planet gas serupa Jupiter. Tapi, teori bisa saja salah, apalagi planet bukan obyek laboratorium yang bisa disentuh dengan mudah.  Dan ternyata, planet batuan yang besar itu ada, dan lebih besar dari planet Bumi Super yang selama ini kita kenal. Planet Bumi Super merupakan planet dengan massa lebih besar dari massa Bumi sampai dengan 10 massa Bumi. Atau planet yang massanya antara massa Bumi dan massa Uranus dan Neptunus.
Tapi planet terbaru ini justru jauh lebih besar dan merupakan planet batuan pula. Karena itu, planet ini diberi julukan megabumi!
Planet Kepler 10c, si planet Mega Bumi. Kredit: David A. Aguilar (CfA)
Planet Kepler 10c, si planet megabumi. Kredit: David A. Aguilar (CfA)
Planet ini bisa dikatakan Godzilla-nya Bumi, kata Dimitar Sasselov, direktur  Harvard Origins of Life Initiative. Planet baru tersebut ditemukan oleh Xavier Dumusque dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics(CfA) berdasarkan kandidat planet yang diamati Kepler.  Sebuah penemuan menarik dan batu loncatan baru untuk planet kebumian. Dan planet yang dinamai Kepler-10c ini bukan monter seperti Godzilla. tau mungkin seperti Godzilla yang “menjaga keseimbangan kehidupan”, maka planet megabumi juga punya implikasi yang baik bagi kehidupan.
Pencarian Kepler-10c
Planet MegaBumi, Kepler-10c, ditemukan mengelilingi bintang Kepler-10 setiap 45 hari dan sistem ini berada 560 tahun cahaya dari Bumi di rasi Draco.  Menariknya, sistem ini tak hanya diisi satu planet aka si megabumi tadi. Ia juga memiliki planet lain dengan massa 3 massa Bumi yang sudah ditemukan sebelumnya yakni planet lava Kepler-10b. Yang lebih menarik lagi, si planet lava Kepler-10b tersebut menyelesaikan satu tahunnya hanya dalam waktu 20 jam!
Seperti namanya, planet Kepler-10c, ditemukan oleh Wahana Kepler melalui pengamatan dengan metode transit, saat si bintang berkedip dan meredup sesaat jika ada planet yang melintas di depannya. Dari peredupan pada bintang induk inilah, para astronom bisa mengetahui ukuran fisik planet atau diameternya. Tapi, penelitian Kepler tidak akan bisa menghasilkan pemahaman kandungan si planet apakah ia planet gas atau batuan.
Planet Kepler-10c diketahui memiliki diameter 29000 km dengan ukuran 203 kali lebih besar dari Bumi. Dari ukuran, planet pada awal ditemukan dimasukan dalam kategori mini Neptunus dengan selubung gas tebal.
Untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang planet yang ditemukan Kepler tersebut, para astronom menggunakan instrumen HARPS-North yang dipasang pada Telescopio Nazionale Galileo (TNG) di pulau Canary.
Hasil pengamatan lanjutan inilah yang memberi kejutan bagi Xavier Dumusque dan rekan-rekannya. Planet Kepler-10c ternyata memiliki massa 17 kali massa Bumi. Jauh lebih besar dari yang diharapkan. Apalagi setelah mengetahui bahwa planet tersebut merupakan planet dengan komposisi batuan dan komponen padat lainnya. Maka planet Kepler-10c tidak lagi dimasukan dalam kategori mini neptunus melainkan megabumi.
Hal menarik lainnya, Kepler-10c tidak pernah mengalami kehilangan atmosfer, Artinya planet yang dilihat tersebut memang demikian adanya sejak terbentuk. Tapi, jika planet ini pernah memiliki atmosfer, maka ia tentu masih memilikinya saat ini.
Planet Yang Seharusnya Tak Ada
Kehadiran planet Kepler-10c menantang pemikiran para astronom untuk bisa menjelaskan teori pembentukan planet. Bagaimana, planet batuan sedemikian besar bisa terbentuk. Apalagi, berdasarkan pengamatan, sepertinya Kepler-10c tidak sendirian.
Penemuan ini dipaparkan dalam pertemuan astronom Amerika di Boston. Selain penemuan Kepler-10c yang dipaparkan oleh Xavier Dumusque, paparan lain terkait Kepler-10c juga disampaikan oleh Lars A. Buchhave dari CfA. Menurut Buchhave, ada kaitan antara periode planet (seberapa lama sebuah planet mengitari bintang) dan ukuran planet ketika ia mengalami transisi dari planet batuan ke planet gas. Dari penelitian inilah, para astronom menyimpulkan kalau planet megabumi itu tidak sendirian melainkan akan lebih banyak lagi planet megabumi yang ditemukan di masa depan.
Apalagi yang menarik dari planet kita yang baru ini? Penemuan planet megabumi Kepler-10c, memiliki implikasi yang besar bagi sejarah alam semesta dan kehidupan di sebuah planet.
Sistem planet Kepler-10 saat ini berusia 11 miyar tahun. Tidak salah! Usianya 11 milyar tahun. Usia alam semesta 13,8 milyar tahun.  Artinya, sistem ini terbentuk kurang dari 3 milyar tahun setelah Big Bang.
Kalau menilik sejarah alam semesta, maka ketika alam semesta masih muda, yang ada di alam semesta dini hanyalah hidrogen dan helium. Untuk bisa membentuk planet batuan, jelas harus ada elemen berat seperti silikon dan besi. Dan elemen berat tersebut harus dibentuk oleh bintang generasi pertama. Saat bintang generasi pertama meledak, maka bahan-bahan krusial pembentuk planet itupun menyebar di alam semesta, dan kemudian diadopsi oleh bintang dan planet generasi berikutnya. Proses ini memakan waktu milyaran tahun.
Akan tetapi, kehadiran planet Kepler-10c menunjukan kalau alam semesta mampu untuk membentuk planet batuan sedemikian besar bahkan di kala elemen berat masih sangat langka. Artinya, planet batuan bisa terbentuk lebih awal dari pada yang diduga sebelumnya. Dalam teori yang ada, mengingat alam semesta dini hanya berisi hidrogen dan helium dan elemen berat itu masih langka, maka kecenderungan planet yang terbentuk pada bintang generasi awal adalah planet gas. Tapi ternyata tidak demikian.
Dan jika planet batuan bisa terbentuk maka ada kemungkinan kehidupan pun bisa bertumbuh. Dengan kehadiran planet Kepler-10c, maka ini menjadi penanda baru perjalanan pencarian planet kebumian yang tidak saja seukuran Bumi tapi juga hampir mendekati ukuran Neptunus. Dan mengingat usia sistemnya yang sudah tua, maka para astronom harus juga memperhitungkan pencarian planet serupa Bumi di bintang-bintang tua.

Jika bintang tua bisa menjadi rumah bagi planet kebumian, maka para pengamat dan peneliti angkasa yang ada di Bumi akan memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk menemukan planet yang memiliki potensi laik huni dalam lingkungan kosmik.

Delapan Planet Baru di Zona Laik Huni Bintang

Awal tahun, artinya saatnya para Astronom di Amerika berkumpul dan berbagi hasil penelitiannya. Dan seperti biasa, dalam pertemuan tersebut banyak sekali hasil menarik yang dipaparkan. Salah satunya adalah penemuan planet extrasolar atau planet di bintang lain.
Ilustrasi planet serupa Bumi yang mengitari bintang yang berevolusi sebagi nebula planetari. Kredit: David A. Aguilar (CfA)
Ilustrasi planet serupa Bumi yang mengitari bintang yang berevolusi sebagi nebula planetari. Kredit: David A. Aguilar (CfA)
Kabar baik itu kali ini dibawa oleh para astronom yang meneliti hasil pengamatan Wahana Kepler.  Adalah Guillermo Torres dari  Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics (CfA) yang membawa cerita penemuan 8 exoplanet baru yang berada di area Goldilocks bintang.
Dalam dongeng ‘Goldilocks dan Tiga Beruang’, ada seorang anak yang rewel. Dia tidak suka  buburnya terlalu manis, seperti bayi beruang, ataupun terlalu asin, seperti papa beruang. Dia tidak senang tempat tidurnya terlalu lembut ataupun terlalu keras. Dia menyukai yang sedang-sedang saja, seperti mama beruang: pokoknya yang pas deh.  Lebih tepatnya, ke-8 planet tersebut diyakini berada di zona laik huni bintang induknya dimana temperatur di area ini pas untuk air tetap berada dalam wujud cair.
Dari delapan planet baru tersebut, dua di antaranya merupakan planet yang memiliki kemiripan dengan Bumi. Bahkan jika dibandingkan dengan planet serupa yang memiliki kemiripan dengan Bumi, dua planet ini memiliki kesempatan paling besar untuk dikatakan sebagai “bumi kembar” meskipun tidak benar-benar persis.
Mencari Bumi Lain…
Dua planet yang baru ditemukan dan diyakini memiliki kemiripan dengan Bumi adalah  Kepler-438b dan Kepler-442b. Kedua planet mirip Bumi tersebut bergerak mengelilingi bintang katai merah yang lebih kecil, lebih redup dan lebih dingin dibanding Matahari. Bintang katai merah merupakan bintang yang umum ditemukan di alam semesta dan bintang-bintang ini memiliki kala hidup yang lebih panjang sampai trilyunan tahun. Bahkan lebih panjang dari usia alam semesta saat ini.
Mencari dan menemukan planet baru semenjak 2005 memberikan cerita yang sangat menarik yang menantang para astronom untuk menemukan cerita lain akan kehidupan seperti yang kita kenal di Bumi. Jelas tidak mudah untuk bisa menemukan kehidupan kompleks seperti di Bumi. Maka dari itu, semua dimulai dengan mencari planet yang paling mirip dengan Bumi supaya peluang untuk menemukan kehidupan yang kita kenal bisa lebih tinggi.
Dalam pemaparan kali ini, Guilermo Torres menceritakan penemuan 8 planet di zona laik huni bintang, dimana dua planet Kepler-438b dan Kepler-442b menjadi berita utama karena kemiripannya dengan Bumi.  Dari segi ukuran, kedua planet juga sedikit lebih besar dari Bumi. Kepler-438b yang berada 475 tahun cahaya dari Bumi, memiliki ukuran 12% lebih besar dibanding Bumi dengan peluang sebesar 70% sebagai kandidat planet batuan. Planet lainnya yakni Kepler-442b, berada pada jarak 1100 tahun cahaya dengan ukuran 33% lebih besar dari Bumi dan peluang sebagai planet batuan sedikit lebih rendah yakni 60%.
Waktu yang dibutuhkan oleh kedua planet untuk mengitari bintang induknya juga lebih cepat dibanding Bumi. Kepler-438b hanya butuh 35,2 hari untuk menyelesaikan satu putaran orbit sedangkan Kepler-442b membutuhkan waktu yang lebih panjang yakni 112 hari.
Kedua planet tersebut masuk dalam kategori laik huni karena keduanya menerima sinar bintang yang cukup untuk menjaga kondisi air di planetnya tetap cair. Sebuah planet digolongkan sebagai planet laik huni jika ia berada di zona laik huni bintang dimana planet akan menerima cahaya bintang sebanyak yang diterima bumi dari Matahari.  Terlalu banyak cahaya yang diterima akan menyebabkan air mendidih dan menguap. Terlalu sedikit dan air akan tetap membeku.
Kepler-438b diketahui menerima cahaya 40% lebih banyak dari Bumi sedangkan Kepler-442b menerima 66% cahaya lebih banyak dari Bumi. Sebagai perbandingan, Venus menerima radiasi Matahari 2 kali lebih banyak dan lihatlah apa yang terjadi di planet tersebut! Venus menjadi planet yang panas dan tidak cocok untuk kehidupan yang kita kenal.
Menurut David Kipping dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics (CfA), “Kami tidak bisa mengetahui dengan pasti apakah planet-planet tersebut memang laik huni”.  Dalam twitternya, David mengatakan bahwa mereka memperkenalkan kuantifikasi peluang agar sebuah planet bisa memiliki komposisi batuan dan berada dalam zona laik huni bintang, mengingat keterbatasan data yang mereka miliki. Dengan demikian mereka tidak dapat secara langsung menyatakan jawaban ya dan tidak bagi keberadaan planet tersebut di zona laik huni.
Dari data yang ada, para astronom dapat menghitung peluang keberadaan kedua planet di zona laik hun. Kepler-438b memiliki peluang 70% berada di zona laik huni, sedangkan Kepler-442b memiliki peluang lebih besar yakni 97%.
Yang pasti planet yang ditemukan tersebut merupakan kandidat laik huni yang cukup menjanjikan. Kehadiran Kepler-438b dan Kepler-442b, menggeser keberadaan Kepler-186f dan Kepler-62f yang sebelumnya memiliki peluang paling tinggi dalam hal kemiripan dengan Bumi. Kepler-186f diketahui berukuran 1,1 ukuran Bumi dan menerima cahaya 32% dari bintang induknya, sedangkan Kepler-62f berukuran 1,4 ukuran Bumi dan menerima 41% cahaya.
Ketika Wahana Kepler menemukan sebuah planet, maka obyek yang dilihat itu masih berupa kandidat planet sampai para astronom berhasil melakukan konfirmasi ulang lewat pengamatan lainnya bahwa memang obyek yang dilihat itu adalah sebuah planet.
Demikian juga dengan ke-8 planet yang ditemukan tersebut. Ukuran yang kecil dari kandidat planet menjadi tantangan bagi para astronom dalam penentuan massa obyek. Setelah melakukan konfirmasi awal menggunakan simulasi komputasi, para astronom pun melakukan pengamatan lanjutan untuk memastikan keberadaan planet-planet tersebut. Hasilnya, 4 dari 8 planet yang ditemukan ternyata merupakan bagian dari sistem bintang multipel. Sayangnya, bintang-bintang pasangan di sistem tersebut berada jauh dan tidak memiliki pengaruh bagi planet-planet yang ada di salah bintangnya.